Laman

Sabtu, 11 Oktober 2014

Surat Untuk Bapak



Surat ini kutulis cukup lama. termuat dalam antologi Rindu Ayah. Kini, ending surat ini sedikit berubah. Yang tidak berubah adalah, aku tetap bangga pada Bapak dan berharap suatu hari nanti bisa membuat Bapak bahagia ...

Inilah suratku untuk Bapak ...

Dear Bapak,

Bapak, aku mohon maaf ya, mungkin jarang sekali aku mengucapkan terima kasih secara langsung pada Bapak, walau Bapak sudah memberi aku banyak. Tapi sungguh, rasa terima kasihku tak terkira pada Bapak. Mungkin aku tak mampu mengucapkan langsung, baiklah akan kuungkapkan rasa terima kasihku pada Bapak dalam suratku ini.

Terima kasih Pak, karena selalu mendukung aku. Aku tahu itu walau sering kali Bapak tidak terang-terangan menunjukkan dukungan Bapak untukku. Aku anak perempuan Bapak satu-satunya, di antara kedua adikku yang laki-laki. Walau aku anak pertama, tapi Bapak paling memperhatikan aku. Bapak rela mengantar aku ke mana saja atau menjemputku. Bapak selalu bilang, karena aku anak perempuan satu-satunya, maka Bapak harus menjagaku lebih. Ya, karena kedua adikku yang laki-laki gagah pastinya lebih mampu menjaga diri mereka sendiri.

Bapak telah mewarisikan bakat menggambar dan seni rupa kepadaku. Bapak juga yang dahulu pernah mengajari cara membuat patung dari tanah liat. Kita punya hobi yang sama, senang menggambar dan membuat relief atau patung. Aku ingat, kita pernah sama-sama mendesain kolam ikan di depan rumah kita, membuat gua-gua, bunga-bunga karang juga membuat air terjun mini. Aku senang membantu pekerjaan Bapak itu. Kolam ikan itu adalah hasil kerja sama kita berdua. Senangnya setelah kolam ikan itu jadi, hasilnya terlihat bagus sekali.

Aku ingat sejak aku masih sekolah dasar dulu, Bapak adalah Bapak yang paling perhatian di antara bapak-bapak temanku yang lain. Ketika aku pergi darmawisata bersama teman-teman satu kelas, teman-teman meledekku karena ternyata Bapak mengikuti Bus pariwisata kami dengan motornya di belakang bus kami. Awalnya aku malu disebut anak manja. Aku tidak manja. Bukan aku yang meminta Bapak mengikuti aku. Itu kemauan Bapak sendiri, kan? Bapak bilang, Bapak ingin mendapatkan kepastian bahwa putri tersayangmu ini selamat sampai tujuan. Aku sadar kemudian, bahwa Bapak memang lain daripada yang lain.

Bahkan hingga aku dewasa dan telah bekerja, seringkali aku pulang sangat larut, tapi Bapak, walau telah setengah baya, rela menjemputku. Apalagi ketika Jakarta macet bukan main akibat banjir di mana-mana, Bapak tanpa ragu menjemputku langsung ke kantorku, melajukan motor Bapak membelah banjir dari Cengkareng menuju kantorku di Sudirman. Walau banjir di mana-mana, walau gerimis mengguyur, Bapak tak gentar menerjang semua demi menjemput aku putri tersayangmu.

Hingga kemudian aku memutuskan berhenti bekerja dan memilih menekuni hobiku menulis serta memulai usaha kecil-kecilan membuat sepatu lukis, Bapak tak melarang. Walau aku merasa bersalah karena takut mengecewakan Bapak yang sudah menyekolahkan aku hingga meraih gelar Sarjana Arsitektur. Semula pasti Bapak berharap aku bisa menjadi Arsitek profesional seperti cita-citaku dahulu, mampu hidup mandiri dan mapan. Benar begitu kan, Pak? Itu pasti harapan setiap Bapak untuk anak-anaknya.

Tapi Bapak tak menunjukkan rasa kecewa, Bapak justru tetap mendukung apa pun keputusanku. Diam-diam Bapak menawarkan kepada teman-teman Bapak sepatu lukis buatanku. Diam-diam Bapak menjadi marketing sepatu lukis buatanku itu. Tanpa aku minta, itu adalah inisiatif Bapak sendiri, sebagai bentuk dukungan Bapak dengan apa yang aku kerjakan. Terima kasih, Pak, atas dukungan Bapak selalu.

Bapak juga tahu betapa aku sangat suka menulis cerita fiksi. Ketika kemudian cerita pendek hasil karyaku dimuat di beberapa media, diam-diam Bapak membeli majalah yang memuat cerpen karyaku itu dan memamerkannya kepada teman-teman Bapak, bahkan Bapak sengaja membeli beberapa majalah yang memuat cerpen hasil karyaku dan membagikannya kepada teman-teman Bapak. 

Aku baru tahu kemudian. Dan sedikit terkejut tak menyangka dukungan Bapak terhadap kegiatanku ternyata sangat besar. Ketika aku menanyakan alasan Bapak yang berbaik hati membeli majalah-majalah itu dan memberikannya untuk teman-teman Bapak, Bapak hanya menjawab, 
“Karena Bapak bangga kamu berhasil berprestasi, karyamu dimuat di media yang terbit di seluruh Indonesia.” 

Sungguh, aku terharu mendengarnya. Dukungan penuh dari Bapak itu sangat berarti buatku, telah meringankan langkahku untuk terus lanjut berkarya, apa pun yang aku suka dan menghasilkan hal positif.

Dalam hati aku berjanji, tak akan mengecewakan Bapak, tak akan membuat Bapak menyesal telah memberi aku pendidikan tinggi hingga meraih predikat sarjana, tapi pada akhirnya kini aku menekuni pekerjaan yang meyimpang dari pendidikanku itu. Akan aku buat Bapak bangga dengan prestasiku di bidang lain.

Harapan terbesarku kini, aku ingin membuat Bapak bahagia. Aku lihat bagaimana Bapak disayang anak-anak kecil di sekitar rumah. Mereka menyebut Bapak, “Eyang kakung” atau “Mbah kakung” yang artinya kakek. Mereka datang ke rumah setiap menjelang sore minta diajarkan menggambar. Dengan senang hati Bapak memberikan pelajaran menggambar kepada anak-anak kecil itu. Seolah anak-anak tetangga itu adalah cucu Bapak sendiri

Aku sadar, Bapak telah menjadi favorit anak-anak kecil di kampungku. selalu saja ada di antara mereka yang datang ke rumah dan mencari “Eyang Kakung” alias Bapak. Pernah Bapak bilang, 
“Nggak apa-apa, ngemong cucu orang dulu, sebelum nanti ngemong cucu sendiri.”

Aku tersenyum sekaligus merasa diingatkan. Maafkan aku ya, Pak. Tentu saja putrimu ini ingin sekali menikah. Tapi sayangnya aku memang belum diberikan jodoh. Dan aku berterima kasih karena walau hingga kini aku belum menikah, Bapak tak pernah memaksakan kehendak Bapak menjodohkan aku dengan pilihan Bapak misalnya. Bapak tak pernah mau memaksa anak-anaknya. 

Bapak berikan aku kebebasan untuk memilih sendiri jodoh yang terbaik untukku.
Sabar ya, Pak. Ya, aku sangat ingin menikah, kemudian memperoleh beberapa orang anak yang akan menjadi cucu-cucu kebanggaan Bapak. Mungkin cucu pertama adalah seorang anak laki-laki. Dan cucu berikutnya dua anak perempuan kembar. Aku ingin sekali itu terjadi, Pak. Sungguh! Aku ingin Bapak menjadi Mbah kakung bagi anak-anakku kelak. Aku yakin, pasti Bapak akan menjadi Mbah kakung terbaik di dunia.

Pasti Bapak akan membuatkan mainan-mainan tradisional untuk cucu Bapak kelak. Pasti anak-anakku nanti akan sayang sekali kepada Bapak sebagai Mbah kakung mereka yang penuh perhatian. Itu adalah harapan indahku, Pak.
Doakan aku ya, Pak. Doakan aku segera menemukan jodohku. Dalam setiap usai sholatku, selalu kupanjatkan doa untuk Bapak dan Ibu. Aku doakan semoga Bapak dan Ibu selalu diberi kesehatan dan kesabaran. 

Aku sangat bangga kepada Bapak. Bapakku yang penuh tanggungjawab. Yang masih semangat bekerja di usiamu yang telah enam puluh tahun ini. Bapak yang tak pernah mau mengecewakan pasien-pasiennya. Bapak yang selalu tepat waktu sejak dahulu, hingga kini. Bapak yang seringkali ngomel setiap aku ingin nebeng Bapak tapi lelet sekali. Yah, karena Bapak sangat disiplin dengan waktu, tak boleh terlambat sedikit pun dalam melaksanakan tugas.

Bapak yang selalu jujur dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluargamu. Karena bagi Bapak, rejeki halal bagi keluarga, Insya Alllah akan memberi keberkahan bagi kami. 

Terima kasih sekali lagi, Pak. Terima kasih karena telah menjadi Bapak yang baik. Bapak yang selalu bisa aku andalkan. Semoga suatu hari nanti aku mampu membalas jasa-jasa Bapak kepadaku. Pastinya aku tak akan mampu membalas semua kebaikan Bapak. Karena terlalu banyak yang telah Bapak berikan untuk kami. Sudah tentu hanya Allah yang mampu membalasnya. Alhamdulillah, Allah telah menganugerahkan Bapak yang baik untukku. 

Kini Bapak benar-benar pensiun dari pekerjaannya. Serangan stroke membuat Bapak tak bisa bekerja seperti dulu lagi. Tak apalah, memang sudah saatnya Bapak duduk tenang saja. Biarkan anakmu ini yang bekerja. Doakan saja aku selalu mendapat ide menulis kisah-kisah indah, karena inilah pekerjaanku sekarang, menulis novel.

Alhamdulillah, kesehatan Bapak semakin baik. Kita smaa-sama menjalani hidup ini dengan penuh keihlasan dan rasa optimis segalanya akan membaik dan membahagiakan. Ini adalah wujud kasih sayang Allah agar kita menjadi hamba yang lebih sabar dan agar keluarga kita semakin erat, saling peduli dan saling mengasihi.

Tambah sehat ya, Pak. Betapa Ibu dengan setia telah mendampingi dan menjaga Bapak. Suatu saat nanti, semoga aku bisa membahagiakan Ibu dan Bapak. 

Salam hormat,
Anak perempuanmu tersayang.


Selasa, 07 Oktober 2014

Menghadiri gala premiere Strawberry Surprise




Lagi-lagi aku mendapat undangan menghadiri acara premiere film Indonesia terbaru. Waah, senangnya. Saat aku baca nota pengirimannya, yang mengundangku adalah Starvision. Aku masih belum tahu kenapa aku bisa diundang, tapi aku sangat berterima kasih dan sangat menghargai undangan ini. Karena ternyata menghadiri acara premiere film itu sangat menambah wawasan.

Kali ini aku menonton pemutaran perdana film berjudul Strawberry Surprise, yang diadaptasi dari novel berjudul sama karya penulis Desi Puspitasari.

Menurut penilaianku filmnya bagus walau ceritanya tergolong sederhana. Akting cemerlang Reza Rahardian dan Acha Septriasa telah membuat film ini sangat enak dinikmati. Aku sudah beberapa kali menonton film yang dibintangi Reza Rahardian. tapi baru di film ini aku sangat terkesan dengannya dan bikin aku naksir Reza.

Mungkin karena karakter Reza di film ini pas banget kali ya dengan seleraku, hehehe. Macho banget tapi penyayaaang banget. Bikin mupeng pengin disayang cowok seperti itu juga. 

Reza oh Reza ...

Sebelum film dimulai aku sempat menyaksikan konpres-nya.




Ada Acha Septriasa, dan Olivia Jensen


Properti filmnya di lobby Epicentrum XXI

Di sini aku sempat bergaya di properti yang disediakan. Karena aku datang sendiri, aku minta fotoin petugas XXI 


Seperti sebelumnya, begitu keluar dari teater, aku mendapat goody bag berisi kaos bertuliskan Strawberry Surprise.

Dapat suvenir kaos cute ^_^


Ah, semoga kelak aku diundang lagi datang ke premiere film-film berikutnya. Aamiin ^_^

Oya, buat teman-teman yang belum baca novel karyaku "Tahajud Cinta di Kota New York", baca yuk. Nanti novelku ini juga akan diangkat menjadi film oleh MD Pictures lho ^_^



Rabu, 01 Oktober 2014

Berani Ambil Risiko


Selamat datang Oktober!

Semakin mendekati akhir tahun. Harusnya sih bulan ini sudah mulai hujan yaa. Tapi Jakarta masih panaaaas. Ah, nikmati sajalah. Tunggu saja Allah pasti akan melimpahkan berkah hujan-Nya.

1 Oktober ini masih ingat kan? Di tanggal ini dahulu Pancasila terbukti kesaktiannya. Selain itu, sebagai umat muslim, bersiap-siap menyambut Idul Adha.

Memulai bulan ini dengan semangat dan harapan tinggi. Wah, lihat, quote di kalenderku bulan Oktober pas banget.

"Aku mungkin belum sampai di sana, tapi aku sudah lebih dekat daripada kemarin."

Yup, betul banget!

Aku cukup puas dengan hasil kerjaku selama bulan September. Menyelesaikan dua revisi, menemani bapak ibu pulang kampung selama seminggu, dan puncaknya, berhasil menyelesaikan naskah hanya dalam waktu 10 hari. Naskah ini adalah tantangan baru yang nekat aku terima sebelum pulang kampung.
Padahal aku baru sampai di Jakarta kembali tanggal 17 September tengah malam.

Jadi, tugasku itu baru bisa mulai kukerjakan tanggal 19 September, tapi aku baru benar-benar memulainya tanggal 21 September dan deadline tanggal 30 September. Hm, berarti benar-benar 10 hari saja, kan? Untunglah aku sudah punya outline lengkap untuk tugasku kali ini. Aku sudah tahu apa yang akan kutulis dan jalan ceritanya seperti apa. Walau pun akhirnya tetap ada bagian yang berubah dari outline.

Aku lega, tanggal 30 kemarin aku bisa juga menyelesaikan naskahku itu. Mengapa kusebut naskah kali ini tantangan baru? Aku akui, aku memang nekat dan berani mengambil resiko. Bila ada yang menawarkan tugas yang memang menarik, aku tak akan menolaknya.

Hm, sebenarnya ini aku siapkan untuk kejutan. tapi kubagi sedikit deh bocorannya. Naskah kali ini bukan sekadar romantis atau novel islami. Tapi penuh ketegangan dan selama mengetiknya, aku nggak sanggup tidur dengan lampu dimatikan. Aku juga nggak berani mengerjakannya malam hari. Kali ini, aku mengerjakannya lebih santai, hanya siang hari. Dimulai pukul 9 pagi dan selesai pukul 4 sore.

Aih, ternyata aku bisa juga menyelesaikan sebuah naskah tanpa perlu begadang tiap malam. Inilah buktinya. Sekarang, kita tunggu saja ya realisasi novelku selanjutnya ini. Siap-siap merasakan ketegangan ...

Aku bertekad akan menghasilkan karya setiap bulan. untuk Oktober ini, aku akan menyelesaikan tugas menulis kisah roman islami. Hm, kembali dipenuhi perasaan cinta ^_^

Ohya, aku mau berbagi cerita pengalamanku berani mengambil resiko. Kenapa aku bisa bilang salah satu rahasia sukses seseorang karena berani mengambil resiko? Karena itulah yang kualami. Lantas, apakah sekarang aku sudah sukses? Ukuran sukses tiap orang tentu berbeda.

Bagiku bisa menerbitkan novel di penerbit idamanku, Gramedia Pustaka Utama, Gagas Media dan Elex Media, adalah ukuran sukses versi-ku. Bagaimana aku bisa mencapai impian besarku itu? Jawabannya satu, karena aku berani mengambil resiko. Jalannya pun tidak mudah. Panjang, berliku dan jatuh bangun.

Bermula dari menulis cerpen remaja dan cerpen anak sejak tahun 2005, dahulu rasanya menerbitkan novel bagiku adalah sebuah impian besar yang entah bagaimana cara mewujudkannya. Sampai kemudian tawaran itu datang untukku di tahun 2011. Seorang teman menantangku, apakah aku bisa menulis novel setebal 100 halaman A4, dengan setting Korea Selatan?

Ah, dahulu, merangkai kata sebanyak 100 halaman rasanya sulit sekali. Aku terbiasa menulis hanya berkisar 6-8 halaman A4 spasi 1.5. Bagaimana caranya menulis sebuah cerita sepanjang 100 halaman. Tantangan itu ditambah. Menulis naskah novel sebanyak 100 halaman dengan deadline satu minggu alias 7 hari.

Saat itu, rasanya mustahil sekali bagiku. Tapi apakah tantangan itu aku abaikan? Tidak, aku terima tawaran itu. Aku berani mengambil resiko apa pun yang akan kuhadapi nanti. Aku mulai memusatkan perhatianku pada kisah yang kutulis. Dua hari pertama aku gunakan untuk meriset setting cerita di dalam novelku. Lantas aku juga meriset nama-nama Korea dan sedikit bahasa Korea.

Aku bekerja hampir 24 jam. Karena tekadku kuat, maka aku paksakan diri mematuhi jadwal kerja yang kubuat sendiri. Aku menulis mulai pukul setengah 8. Istirahat tepat tengah hari untuk solat dan makan siang. Lanjut mengetik lagi. istirahat sore untuk solat asar, lalu aku lanjutkan lagi hingga pukul 5 sore. Setelah itu aku istirahat untuk mandi, beres-beres, solat magrib dan isya, makan malam, pukul 8 malam, aku lanjut mengetik lagi. Terus hingga menjelang pukul 3 pagi. Barulah aku tidur dan bangun saat subuh.

Dan percayalah pada keajaiban kesungguhan dan keyakinan. Dengan jadwal kerja yang sedemikian ketat, akhirnya ... aku sanggup menyelesaikan naskah novel pertamaku itu ^_^

Inilah novel yang pertama berhasil kuselesaikan dan akhirnya terbit, berjudul Saranghaeyo, dulu aku memakai nama pena Karumi Iyagi.



Setelah itu, beruntun terbit novel-novel karyaku yang lain. Symphony of Love, Four Seasons of Love, Sweet Sonata, Sakura Wish, Cinta Bersemi di Putih Abu-Abu, Zara Detektif Cilik, Heart Latte dan buku tentang boyband Korea favoritku, Bigbang, G-Dragon

Karyaku yang terbit tahun 2012

Karyaku yang terbit tahun 2012-2013


Setelah menulis novel yang pertama itu, selanjutkan aku semakin menikmati menulis kisah-kisah panjang, dan akhirnya mulai berhenti menulis cerita pendek.

Lalu tantangan berani mengambil resiko yang kedua kalinya datang menghampiri ...

Itu terjadi saat datang tawaran menulis novel roman Islami ber-setting New York dengan ketebalan 269 halaman dalam sebulan. Ini tantangan yang sangat berat. Pertama, aku belum pernah menulis cerita bernapaskan Islami, kedua aku belum pernah ke New York. Ketiga, 269 halaman dalam sebulan? WOW, tantangan yang berat banget yaa...

Apakah aku menolak tantangan ini? Tentu tidak. Aku nekat menerimanya. Aku berani mengambil resiko, aku memupuk rasa percaya diri, aku pasti bisa melakukannya. Dan, Alhamdulillah, aku bisa menyelesaikan tugas ini dengan baik.

Hingga terbitlan novel Islami pertamaku berjudul "Tahajud Cinta di Kota NewYork" pada bulan April 2013.
Novel paling tebal yang kutulis sampai saat ini. Setelah terbit tebalnya menjadi 412 halaman.



Bahkan kemudian, novel ini membuka banyak kesempatan menulis selanjutnya. Alhamdulillah, banyak pembaca yang menyukai kisah yang kutulis ini. Bahkan kemudian menarik minat sebuah PH untuk mengadaptasinya menjadi film.

Apalagi tantangan berikutnya? Setelah cukup banyak novel karyaku yang terbit, satu persatu editor mulai menghubungiku. Salah satunya adalah Grasindo. Aku diminta menulis kisah roman young adult. Aku pun lantas punya ide membuat cerita yang terinspirasi kisah hidup sepupuku di Belanda. Maka terbitlah novelku berjudul "Amsterdam Ik Hou Van Je".



Novel ini terbit dengan banyak tantangan. Baru saja launching, aku dihantam kritik luar biasa. Apalagi kritik itu dibuat sedemikian rupa sekaligus untuk menjatuhkanku. Dikupas habis kesalahan-kesalahan karyaku itu tanpa menceritakan kelebihannya sedikit pun. Aku yang belajar menulis secara otodidak, mungkin sudah melakukan kesalahan. Tapi aku tidak putus asa. Kritik tajam disertai caci maki jangan dikira akan membuatku mundur. Karena sesungguhnya aku suka menulis dan aku mampu menulis. Jika kali ini aku dianggap salah, aku yakin selanjutnya aku dapat menciptakan karya yang lebih baik.

Kemudian terbitlah novelku berikutnya sebulan setelahnya, yaitu Jojoba dan Longest Love Letter.

Novelku yang juga terbit tahun 2013


Aku bersyukur, banyak editor yang memberiku kesempatan untuk membuktikan kemampuanku. Gagas Media menawarkanku untuk menulis salah satu seri setiap tempat punya cerita. Aku belum pernah ke Monte Carlo dan aku tahu, penulis lain seri ini adalah penulis-penulis top Gagas Media. Apakah aku minder lalu menolak? Oh, tentu tidak. Aku terima tantangan itu dengan penuh keyakinan. Dengan bimbingan 3 editor sekaligus, akhirnya novel kebanggaanku ini terbit bulan Mei 2014, "Monte Carlo".



Ini sebagian bukti keberanianku mengambil resiko. Ada banyak lagi tantangan lainnya yang ditawarkan padaku. Dan bila tawaran itu menarik minatku, tanpa ragu aku menerimanya.

Seperti yang sudah kuceritakan sebelumnya, tantangan yang baru saja aku terima dan aku selesaikan adalah menulis kisah menegangkan dan menyeramkan. Padahal aku penakut. Apakah aku menolak kesempatan ini? Tentu tidak. Aku menerimanya dengan penuh keyakinan.

Jadi rahasia sukses adalah, berani. Ayo berani menerima tantangan. Berani keluar dari zona nyaman. Tingkatkan terus standar tantangan yang kamu terima. Maka suatu saat kamu akan takjub dengan hasilnya.

Dan ini adalah novelku yang terbit bersamaan dengan Monte Carlo. Mengawali tahun 2014 yang penuh berkah. "Hatiku Memilihmu" dan "Cinta Valenia"




Nantikan ya, novel-novel terbaruku selanjutnya. Terbit kemudian tahun 2014 dua novel baruku. "Unforgotten Dream" dan Pertemuan Jingga.




Dan semua itu adalah buah dari keberanian mengambil resiko ^_^



Kamis, 18 September 2014

Liburan singkat : Jogja-Magelang-Salatiga

Kembali ke Jakarta yang panas, padat dan ramai setelah liburan selama 6 hari di Jogja.

Aku sempat dilema sebelum berangkat ikut liburan ke Jogja, karena di detik-detik terakhir keberangkatan, aku mendapat kesempatan mengerjakan sebuah proyek penulisan novel yang deadline-nya akhir bulan September. Antara ingin ikut liburan bersama keluarga yang pasti akan seru banget, sekaligus aku harus bekerja cepat agar bisa menyelesaikan tugas menulis sesuai jadwal.

Liburan ke kampung halaman ibuku di Desa Janten, Kulon Progo, Jogjakarta kemarin memang sudah direncanakan sejak sebulan lalu. Tiga bulan sudah sejak bapak terserang stroke ringan tepat sebelum berencana mudik. Alhamdulillah, keadaan bapak sekarang semakin membaik. Memorinya telah kembali 100%. Adikku yang kemudian ingin menghadiahkan bapak kesempatan pulang kampung yang tertunda sekitar tiga bulan.

Adikku menyediakan waktunya mengantar bapak dan ibu ke desa kelahiran keduanya, menyetir sendiri mobilnya. Aku pun akhirnya memutuskan ikut, berharap bisa mencuri-curi waktu mengetik tugas menulisku di sela-sela liburan ini.

Kami berangkat dari Jakarta tanggal 11 September pagi, sesudah subuh, tepat pukul 5 pagi. Jalanan Jakarta masih lancar. Pukul sepuluh kami sudah melewati Nagrek dan memutuskan beristirahat di Restoran Gentong sampai waktu zuhur dan makan siang.


Langit-langit dihiasi payung lukis


Suasananya cukup nyaman. Ada musola, dan toiletnya wangii ^_^

Wilujeng Sumping ... ^_^

Setelah sampai wilayah Wangon, barulah jalanan semakin padat. Banyak sekali truk-truk besar yang lewat sini selama Jembatan Comel diperbaiki sampai Januari 2015 nanti.

Kami istirahat lagi makan malam di sebuah warung yang menyajikan menu serba bebek. Sekalian kami solat magrib, karena kami sampai di situ tepat saat azan magrib berkumandang.

Kemudian perjalanan kami lanjutkan hingga akhirnya sampai di Desa Janten pukul 10 malam. Wuaaah, sekarang ini perjalanan Jakarta-Desa Janten semakin lama saja.

Lelahnya bukan main. Terutama adikku karena ia menyetir mobil sejak pukul lima pagi hingga pukul sepuluh malam. Kami segera mandi. Ngobrol sebentar dengan bulik dan sepupuku yang setia menunggu kedatangan kami. Pukul 12 malam, kami semua tidur lelap sekali sampai azan subuh berkumandang.

Ah, segarnya udara desa. Pagi masih berembun, aku bisa menghirup udara dalam-dalam sepuas-puasnya.

Sekolah SD negeri tepat berada di depan rumah peninggalan Mbahku

sawahnya habis dipanen

Rumah peninggalan Mbahku yang sejuk

Awalnya, aku berharap masih bisa mengetik di sini, karena itu aku sengaja membawa laptop. Tapi ternyata aku nggak bisa. Di sini memang suasananya lebih enak untuk bersantai, apalagi bertemu bulik, sepupu dan keponakanku yang cuma kutemui setahun sekali.

Akhirnya kuputuskan menikmati saja liburan ini, mamanfaatkan kesempatan menyegarkan pikiran. Bercengkrama dengan saudara-saudaraku di Desa Janten, dengan bulik, adik sepupuku dan keponakanku yang baru berusia 6 tahun. Menyenangkan. Ini adalah liburan singkat yang menyenangkan. ^_^

Selama seharian di hari Jumat 12 September, aku, ibu, bapak dan adikku hanya berdiam di rumah istirahat total sambil asyik ngobrol bersama bulikku. Bapak nggak boleh terlalu capek. Walau sekarang sudah jauh lebih sehat, tapi tetap harus cukup istirahat.

Di bagian depan rumah peninggalan Mbahku ini, dijadikan TK sementara, karena TK yang ada di seberang rumah sedang masa pembangunan ulang.

Yang paling senang tentu saja Marianqa keponakanku, karena sekolah TKnya menjadi dekat sekali, hanya di ruang depan rumah Mbahnya ^_^. Tapi karena saking dekatnya, Marianqa menjadi murid yang paling sering datang terlambat. Hehehe,

TK di ruang depan rumah peninggalan Mbahku

Wuiih, ada taman bermain di halaman rumah peninggalan Mbahku

Desa Janten memang luar biasa. Perangkat desanya sangat aktif mengupayakan dana untuk kemajuan desa. Karena itu TK Janten dibangun ulang menjadi jauh lebih baik tanpa menunggu rusak atau rubuh.

TK Janten, 5 bulan lalu dihancurkan


TK Janten yang baru selesai dibangun

Hari Sabtu, barulah kami mulai jalan-jalan lagi. Pertama adalah berziarah ke makam Mbahku dari pihak ibu di Desa Janten, kemudian dilanjutkan ziarah ke makam Mbahku dari pihak bapak di Desa Kulur, masih satu kecamatan, nggak terlalu jauh. Desa Kulur lebih dingin dari Desa Janten karena lebih dekat dengan pegunungan Menoreh, letaknya lebih tinggi.

Pemandangan dari rumah peninggalan Mbahku di Desa Kulur.


Sore pukul 4, kami berpamitan pada saudara-saudara bapakku di Desa Kulur lalu melanjutkan jalan-jalan kami ke Pantai Glagah yang ramai sekali. Banyak remaja yang datang untuk foto-foto. Beberapa di antaranya membawa tongsis kemudian selfie bareng-bareng. Tren masa kini mendorong banyak orang menjadi hobi narsis ya. Selfie seolah menjadi suatu keharusan tiap kali mengunjungi suatu tempat.

Pemandangan kumpulan remaja selfie dengan tongsis terlihat di beberapa bagian Pantai Glagah yang sekarang telah dibangun dermarga panjang. Latar belakang deburan ombak yang menjilat beton pemecah ombak memang menjadi obyek yang cukup eksotis. Mungkin kalau aku ke sini bersama teman-temanku bakalan selfie rame-rame juga, hehehe.

Kumpulan pemecah ombak di sekeliling dermaga Pantai Glagah

Debur ombak sedang sangat tinggi sekarang ini di pantai selatan. Cakrawala berkabut. Di daerah ini, walau siang hari panas terik, tapi angin berhembus kencang, saat malam udara menjadi dingin sekali. Pertama kali datang aku mandi pukul 11 malam air di bak mandi sedingin air dalam kulkas, membuatku menggigil.

Aku dan adikku berharap, dengan mengajak bapakku ke pantai, beliau akan merasa segar dan menjadi semakin kuat. Setidaknya menjadi penyegaran karena selama tiga bulan ini nggak boleh ke mana-mana hanya di rumah saja.

Pantai Glagah, Kulon Progo, bagian dari pantai selatan yang ombaknya luar biasa

Hari Minggu, kami semua bangun pagi-pagi sekali karena ingin menuju Salatiga, tempat tinggal sepupuku Erma. Pukul setengah 7 pagi kami berangkat. Mobil adikku full. Tapi seru banget dan rasanya menyenangkan berkumpul bersama keluarga.

Sampai Ambarawa, kami bermaksud mampir ke museum kereta api. Adikku ingin sekali menunjukkan pada bapak yang hobi berat kereta api bagaimana rasanya naik kereta uap peninggalan masa lalu yang bahan bakarnya masih batubaara. Sayangnya sesampainya di sana, ternyata museum ditutup karena sedang direnovasi, tak ada penjelasan kapan akan dibuka kembali. Ah, padahal entah kapan kami punya kesempatan ke Ambarawa bersama-sama lagi.

Akhirnya kami sampai di rumah Erma tepat pukul 12 siang. Rumah Erma terletak tinggi di kaki Gunung Merbabu. Jalan menuju ke sana berliku-liku dan terus naik. Oya, kami juga melewati Rawa Pening.

Erma memelihara banyak sekali ikan. Ada ikan mas, mujair, nila untuk dimakan sehari-hari, ada juga ikan-ikan hias. Marianqa senang banget melihat-lihat ikan itu bergerak-gerak ke sana ke mari mengikuti langkahnya berharap diberi makanan.

Pukul 3 sore, kami kembali ke Desa Janten. Erma ikut karena masih ingin bersama-sama kami. Wow, mobil makin penuh tapi kami senang banget dan sangat menikmati perjalanan rame-rame ini.

Jalur pulang sengaja dipilih yang beda. Melewati Kopeng yang mirip-mirip jalan menuju puncak, berkelok-kelok, menanjak dan menurun.

Sampai Kulon Progo, Jogjakarta, sudah pukul setengah 7. Kami mampir makan malam dan masih sempat solat magrib.

Serunya kumpul keluarga. Makan bersama dan saling bercerita

Hari Senin, aku di rumah saja menemani bapak dan bermain bersama keponakanku Marianqa yang masih TK. Sementara adikku dan Erma menemani ibuku ke Kota Wates membeli oleh-oleh.

Hari Selasa, kami bersiap kembali ke Jakarta. Singkat sekali ya liburan kami. Tapi aku lega melihat raut senang di wajah bapakku, karena akhirnya beliau bisa pulang sebentar ke desanya.

Pukul 6 pagi kami sudah berangkat ke Jakarta. Dan ... mengucapkan salam perpisahan selalu menjadi bagian yang paling menyedihkan.

Kami sarapan di daerah Wangon. Kali ini kami mencoba menu khas daerah ini, Mie Nyemek. Hm, enak jugaaa. aku sukaaa ^_^



Mie nyemek

Nasi goreng spesial plus cabai rawit yang super pedas
Perjalanan pulang terasa lebih lancar. Pukul 2 siang kami sudah sampai di Tasikmalaya dan langsung berhenti di resto Asep Stroberi untuk makan siang.

Pertama-tama langsung solat dulu deh. Musolanya lumayan besar. Tempatnya pun nyaman.



Resto Asep Stroberi
Sayangnya harganya lumayan mahal, sementara rasanya tergolong biasa saja sih bagi kami. Kami sepakat, lebih suka masakan di Resto Gentong.

Ternyata sampai jalan lingkar Nagrek, macetnya luar biasa. kami terperangkap macet selama 2 jam karena adanya pengaspalan jalan.

Wuaaah, kami sampai rumah pukul 11 malam lewat! Wuiiih, capainya. Terutama adikku, karena dia menyetir tanpa digantikan. Huft, ternyata memang mengendarai mobil pribadi dari Jakarta-Jogja Jogja-Jakarta sekarang ini membutuhkan waktu lebih lama dari beberapa tahun lalu. 17 jam!

Esok paginya, barulah kami membongkar oleh-oleh, Banyaknya bukan main.Segala macam dibawakan bulik dan sepupuku, termasuk beras hasil panen sawah peninggalan Mbahku, singkong yang baru dicabut, pisang dari kebun sendiri, gula merah, dll.

Belum lagi oleh-oleh khas Jogja yang dibeli ibuku untuk para tetangga dan saudara dekat di Jakarta, dan oleh-oleh khas Salatiga yang kubeli untuk teman-temanku serta beberapa oleh-oleh yang masih dibeli adikku saat kami mampir Ciamis.


Ah, berlibur bersama keluarga memang asyik banget.


Sebagian oleh-oleh dari berbagai daerah. Ada khas Salatiga, Jogja dan Ciamis