Laman

Kamis, 18 September 2014

Liburan singkat : Jogja-Magelang-Salatiga

Kembali ke Jakarta yang panas, padat dan ramai setelah liburan selama 6 hari di Jogja.

Aku sempat dilema sebelum berangkat ikut liburan ke Jogja, karena di detik-detik terakhir keberangkatan, aku mendapat kesempatan mengerjakan sebuah proyek penulisan novel yang deadline-nya akhir bulan September. Antara ingin ikut liburan bersama keluarga yang pasti akan seru banget, sekaligus aku harus bekerja cepat agar bisa menyelesaikan tugas menulis sesuai jadwal.

Liburan ke kampung halaman ibuku di Desa Janten, Kulon Progo, Jogjakarta kemarin memang sudah direncanakan sejak sebulan lalu. Tiga bulan sudah sejak bapak terserang stroke ringan tepat sebelum berencana mudik. Alhamdulillah, keadaan bapak sekarang semakin membaik. Memorinya telah kembali 100%. Adikku yang kemudian ingin menghadiahkan bapak kesempatan pulang kampung yang tertunda sekitar tiga bulan.

Adikku menyediakan waktunya mengantar bapak dan ibu ke desa kelahiran keduanya, menyetir sendiri mobilnya. Aku pun akhirnya memutuskan ikut, berharap bisa mencuri-curi waktu mengetik tugas menulisku di sela-sela liburan ini.

Kami berangkat dari Jakarta tanggal 11 September pagi, sesudah subuh, tepat pukul 5 pagi. Jalanan Jakarta masih lancar. Pukul sepuluh kami sudah melewati Nagrek dan memutuskan beristirahat di Restoran Gentong sampai waktu zuhur dan makan siang.


Langit-langit dihiasi payung lukis


Suasananya cukup nyaman. Ada musola, dan toiletnya wangii ^_^

Wilujeng Sumping ... ^_^

Setelah sampai wilayah Wangon, barulah jalanan semakin padat. Banyak sekali truk-truk besar yang lewat sini selama Jembatan Comel diperbaiki sampai Januari 2015 nanti.

Kami istirahat lagi makan malam di sebuah warung yang menyajikan menu serba bebek. Sekalian kami solat magrib, karena kami sampai di situ tepat saat azan magrib berkumandang.

Kemudian perjalanan kami lanjutkan hingga akhirnya sampai di Desa Janten pukul 10 malam. Wuaaah, sekarang ini perjalanan Jakarta-Desa Janten semakin lama saja.

Lelahnya bukan main. Terutama adikku karena ia menyetir mobil sejak pukul lima pagi hingga pukul sepuluh malam. Kami segera mandi. Ngobrol sebentar dengan bulik dan sepupuku yang setia menunggu kedatangan kami. Pukul 12 malam, kami semua tidur lelap sekali sampai azan subuh berkumandang.

Ah, segarnya udara desa. Pagi masih berembun, aku bisa menghirup udara dalam-dalam sepuas-puasnya.

Sekolah SD negeri tepat berada di depan rumah peninggalan Mbahku

sawahnya habis dipanen

Rumah peninggalan Mbahku yang sejuk

Awalnya, aku berharap masih bisa mengetik di sini, karena itu aku sengaja membawa laptop. Tapi ternyata aku nggak bisa. Di sini memang suasananya lebih enak untuk bersantai, apalagi bertemu bulik, sepupu dan keponakanku yang cuma kutemui setahun sekali.

Akhirnya kuputuskan menikmati saja liburan ini, mamanfaatkan kesempatan menyegarkan pikiran. Bercengkrama dengan saudara-saudaraku di Desa Janten, dengan bulik, adik sepupuku dan keponakanku yang baru berusia 6 tahun. Menyenangkan. Ini adalah liburan singkat yang menyenangkan. ^_^

Selama seharian di hari Jumat 12 September, aku, ibu, bapak dan adikku hanya berdiam di rumah istirahat total sambil asyik ngobrol bersama bulikku. Bapak nggak boleh terlalu capek. Walau sekarang sudah jauh lebih sehat, tapi tetap harus cukup istirahat.

Di bagian depan rumah peninggalan Mbahku ini, dijadikan TK sementara, karena TK yang ada di seberang rumah sedang masa pembangunan ulang.

Yang paling senang tentu saja Marianqa keponakanku, karena sekolah TKnya menjadi dekat sekali, hanya di ruang depan rumah Mbahnya ^_^. Tapi karena saking dekatnya, Marianqa menjadi murid yang paling sering datang terlambat. Hehehe,

TK di ruang depan rumah peninggalan Mbahku

Wuiih, ada taman bermain di halaman rumah peninggalan Mbahku

Desa Janten memang luar biasa. Perangkat desanya sangat aktif mengupayakan dana untuk kemajuan desa. Karena itu TK Janten dibangun ulang menjadi jauh lebih baik tanpa menunggu rusak atau rubuh.

TK Janten, 5 bulan lalu dihancurkan


TK Janten yang baru selesai dibangun

Hari Sabtu, barulah kami mulai jalan-jalan lagi. Pertama adalah berziarah ke makam Mbahku dari pihak ibu di Desa Janten, kemudian dilanjutkan ziarah ke makam Mbahku dari pihak bapak di Desa Kulur, masih satu kecamatan, nggak terlalu jauh. Desa Kulur lebih dingin dari Desa Janten karena lebih dekat dengan pegunungan Menoreh, letaknya lebih tinggi.

Pemandangan dari rumah peninggalan Mbahku di Desa Kulur.


Sore pukul 4, kami berpamitan pada saudara-saudara bapakku di Desa Kulur lalu melanjutkan jalan-jalan kami ke Pantai Glagah yang ramai sekali. Banyak remaja yang datang untuk foto-foto. Beberapa di antaranya membawa tongsis kemudian selfie bareng-bareng. Tren masa kini mendorong banyak orang menjadi hobi narsis ya. Selfie seolah menjadi suatu keharusan tiap kali mengunjungi suatu tempat.

Pemandangan kumpulan remaja selfie dengan tongsis terlihat di beberapa bagian Pantai Glagah yang sekarang telah dibangun dermarga panjang. Latar belakang deburan ombak yang menjilat beton pemecah ombak memang menjadi obyek yang cukup eksotis. Mungkin kalau aku ke sini bersama teman-temanku bakalan selfie rame-rame juga, hehehe.

Kumpulan pemecah ombak di sekeliling dermaga Pantai Glagah

Debur ombak sedang sangat tinggi sekarang ini di pantai selatan. Cakrawala berkabut. Di daerah ini, walau siang hari panas terik, tapi angin berhembus kencang, saat malam udara menjadi dingin sekali. Pertama kali datang aku mandi pukul 11 malam air di bak mandi sedingin air dalam kulkas, membuatku menggigil.

Aku dan adikku berharap, dengan mengajak bapakku ke pantai, beliau akan merasa segar dan menjadi semakin kuat. Setidaknya menjadi penyegaran karena selama tiga bulan ini nggak boleh ke mana-mana hanya di rumah saja.

Pantai Glagah, Kulon Progo, bagian dari pantai selatan yang ombaknya luar biasa

Hari Minggu, kami semua bangun pagi-pagi sekali karena ingin menuju Salatiga, tempat tinggal sepupuku Erma. Pukul setengah 7 pagi kami berangkat. Mobil adikku full. Tapi seru banget dan rasanya menyenangkan berkumpul bersama keluarga.

Sampai Ambarawa, kami bermaksud mampir ke museum kereta api. Adikku ingin sekali menunjukkan pada bapak yang hobi berat kereta api bagaimana rasanya naik kereta uap peninggalan masa lalu yang bahan bakarnya masih batubaara. Sayangnya sesampainya di sana, ternyata museum ditutup karena sedang direnovasi, tak ada penjelasan kapan akan dibuka kembali. Ah, padahal entah kapan kami punya kesempatan ke Ambarawa bersama-sama lagi.

Akhirnya kami sampai di rumah Erma tepat pukul 12 siang. Rumah Erma terletak tinggi di kaki Gunung Merbabu. Jalan menuju ke sana berliku-liku dan terus naik. Oya, kami juga melewati Rawa Pening.

Erma memelihara banyak sekali ikan. Ada ikan mas, mujair, nila untuk dimakan sehari-hari, ada juga ikan-ikan hias. Marianqa senang banget melihat-lihat ikan itu bergerak-gerak ke sana ke mari mengikuti langkahnya berharap diberi makanan.

Pukul 3 sore, kami kembali ke Desa Janten. Erma ikut karena masih ingin bersama-sama kami. Wow, mobil makin penuh tapi kami senang banget dan sangat menikmati perjalanan rame-rame ini.

Jalur pulang sengaja dipilih yang beda. Melewati Kopeng yang mirip-mirip jalan menuju puncak, berkelok-kelok, menanjak dan menurun.

Sampai Kulon Progo, Jogjakarta, sudah pukul setengah 7. Kami mampir makan malam dan masih sempat solat magrib.

Serunya kumpul keluarga. Makan bersama dan saling bercerita

Hari Senin, aku di rumah saja menemani bapak dan bermain bersama keponakanku Marianqa yang masih TK. Sementara adikku dan Erma menemani ibuku ke Kota Wates membeli oleh-oleh.

Hari Selasa, kami bersiap kembali ke Jakarta. Singkat sekali ya liburan kami. Tapi aku lega melihat raut senang di wajah bapakku, karena akhirnya beliau bisa pulang sebentar ke desanya.

Pukul 6 pagi kami sudah berangkat ke Jakarta. Dan ... mengucapkan salam perpisahan selalu menjadi bagian yang paling menyedihkan.

Kami sarapan di daerah Wangon. Kali ini kami mencoba menu khas daerah ini, Mie Nyemek. Hm, enak jugaaa. aku sukaaa ^_^



Mie nyemek

Nasi goreng spesial plus cabai rawit yang super pedas
Perjalanan pulang terasa lebih lancar. Pukul 2 siang kami sudah sampai di Tasikmalaya dan langsung berhenti di resto Asep Stroberi untuk makan siang.

Pertama-tama langsung solat dulu deh. Musolanya lumayan besar. Tempatnya pun nyaman.



Resto Asep Stroberi
Sayangnya harganya lumayan mahal, sementara rasanya tergolong biasa saja sih bagi kami. Kami sepakat, lebih suka masakan di Resto Gentong.

Ternyata sampai jalan lingkar Nagrek, macetnya luar biasa. kami terperangkap macet selama 2 jam karena adanya pengaspalan jalan.

Wuaaah, kami sampai rumah pukul 11 malam lewat! Wuiiih, capainya. Terutama adikku, karena dia menyetir tanpa digantikan. Huft, ternyata memang mengendarai mobil pribadi dari Jakarta-Jogja Jogja-Jakarta sekarang ini membutuhkan waktu lebih lama dari beberapa tahun lalu. 17 jam!

Esok paginya, barulah kami membongkar oleh-oleh, Banyaknya bukan main.Segala macam dibawakan bulik dan sepupuku, termasuk beras hasil panen sawah peninggalan Mbahku, singkong yang baru dicabut, pisang dari kebun sendiri, gula merah, dll.

Belum lagi oleh-oleh khas Jogja yang dibeli ibuku untuk para tetangga dan saudara dekat di Jakarta, dan oleh-oleh khas Salatiga yang kubeli untuk teman-temanku serta beberapa oleh-oleh yang masih dibeli adikku saat kami mampir Ciamis.


Ah, berlibur bersama keluarga memang asyik banget.


Sebagian oleh-oleh dari berbagai daerah. Ada khas Salatiga, Jogja dan Ciamis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar